Opini – Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, menghadapi tantangan dalam implementasinya. Konsep “standar ganda” muncul ketika realisasi Pancasila tidak selalu sejalan dengan prinsip-prinsipnya yang mengedepankan keadilan, persatuan, dan kesejahteraan.
Meskipun menjadi panduan moral, implementasi yang konsisten terhadap nilai-nilai Pancasila sering kali terkendala oleh faktor politik, ekonomi, dan sosial.
Di satu sisi, Pancasila sebagai norma ideal yang mencakup sila-sila seperti Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menjadi landasan moral yang kuat untuk memandu kebijakan publik dan kehidupan sosial.
Namun, di sisi lain, realitas sering kali menunjukkan adanya ketimpangan, diskriminasi, dan ketidakadilan yang bertentangan dengan nilai-nilai ini.
Penerapan standar ganda dalam realisasi Pancasila memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak terkait, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta.
Hal ini mencakup penegakan hukum yang adil, pemerataan pembangunan, perlindungan hak asasi manusia, dan pengentasan kemiskinan. Dengan demikian, bukan hanya cukup mengakui nilai-nilai Pancasila secara formal, tetapi juga bagaimana nilai-nilai tersebut tercermin dalam setiap kebijakan dan tindakan yang diambil.
Untuk mencapai tujuan ini, perlunya upaya kolektif untuk meningkatkan kesadaran akan Pentingnya nilai-nilai Pancasila serta membangun kesepakatan bersama untuk mengimplementasikannya secara konsisten. Hanya dengan demikian, Pancasila tidak hanya menjadi simbol kebanggaan nasional tetapi juga pondasi yang kokoh dalam membangun masyarakat yang adil, demokratis, dan berkeadilan sosial sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
Ditulis oleh:
Nama : Utami Maulia
NIM : 231090200016
Fakultas Hukum Universitas Pamulang