Portalkota – Selama bertahun-tahun, pembangunan pariwisata di Indonesia kerap dipahami sebagai proyek besar: hotel mewah, resort internasional, atau kawasan wisata modern yang dibangun dengan investasi raksasa.
Sayangnya, model top-down seperti ini sering melupakan satu hal penting: masyarakat lokal. Tak jarang, penduduk sekitar hanya menjadi penonton, bahkan ada yang tersisih dari tanahnya sendiri. Pertanyaan yang muncul: siapa sebenarnya yang paling diuntungkan?
Sebagai alternatif, muncullah konsep Community-Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis masyarakat. Intinya, masyarakat tidak lagi sekadar objek wisata, tetapi subjek utama yang mengelola dan menentukan arah pengembangan desanya. Tujuannya bukan semata mengejar profit, melainkan juga menjaga budaya, merawat alam, dan meningkatkan kualitas hidup warga.
Indonesia, dengan ribuan desa yang kaya budaya dan alam, sebenarnya punya potensi besar dalam mengembangkan CBT. Dan salah satu contoh suksesnya ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya di Desa Wisata Nglanggeran, Gunungkidul.
Dari Desa Tani Menjadi Desa Wisata Dunia
Sekitar dua dekade lalu, Nglanggeran hanyalah desa pertanian biasa. Sebagian besar warganya menggantungkan hidup dari kebun dan sawah dengan hasil yang pas-pasan. Namun, sejak 2007, sekelompok pemuda desa berinisiatif mengembangkan potensi lokal mereka melalui Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata).
Mereka tidak menunggu investor besar datang, tetapi membangun infrastruktur secara gotong royong. Homestay sederhana didirikan, jalur wisata alam dibuka, hingga atraksi budaya ditawarkan. Perlahan, Nglanggeran bertransformasi.
Kini, lebih dari 80% penduduknya terlibat dalam aktivitas pariwisata: menjadi pemandu, pengelola homestay, pengrajin, hingga pengelola perkebunan kakao yang menjadi daya tarik tersendiri. Desa ini punya 80 lebih homestay yang dikelola warga dengan standar pelayanan yang terus ditingkatkan.

Hasilnya? Nglanggeran berhasil meraih penghargaan ASEAN Community-Based Tourism Award (2017) dan masuk daftar Top 100 Global Sustainable Destinations (2021). Dunia mengakui bahwa desa kecil di Gunungkidul ini mampu bersaing dengan destinasi internasional—tanpa kehilangan jati diri.
Kunci Keberhasilan: Gotong Royong, Aset Lokal, dan SDM
Apa yang membuat Nglanggeran bisa sukses? Ada beberapa faktor penting:
Kekuatan Sosial Lokal
Masyarakat memegang kendali penuh. Keputusan diambil bersama, tidak hanya segelintir elit. Kepemimpinan lokal yang visioner membuat arah pembangunan lebih jelas.
Pemanfaatan Aset Lokal
Bukan membangun wahana buatan, Nglanggeran justru mengangkat potensi asli: Gunung Api Purba, embung, kakao, hingga tradisi budaya. Semua dikemas menjadi paket wisata yang otentik.
Pelatihan dan Pendampingan
Akademisi, LSM, dan pemerintah ikut memberikan pelatihan: mulai dari hospitality, manajemen, hingga promosi digital. SDM desa dilatih agar mampu melayani wisatawan dengan standar global.
Tantangan yang Mengintai
Meski berhasil, Nglanggeran juga menghadapi tantangan serius. Pariwisata desa ini masih sangat tergantung pada musim liburan. Jika tidak ada wisatawan, pendapatan turun drastis. Selain itu, ancaman komersialisasi juga mulai terasa: apakah warga akan tetap menjaga budaya dan alamnya, atau tergoda mengejar keuntungan semata?
Di sisi lain, kesenjangan digital masih ada. Tidak semua pelaku wisata bisa memanfaatkan teknologi untuk promosi dan reservasi. Padahal, di era digital, kekuatan media sosial sangat menentukan.
Mengapa Model Ini Penting untuk Indonesia?
Nglanggeran memberi pesan kuat: pariwisata tidak harus mengorbankan masyarakat lokal atau alam. Justru sebaliknya, ketika warga diberi ruang untuk berperan, mereka bisa menciptakan destinasi yang berkelanjutan, adil, dan membanggakan.
Model CBT seperti ini layak direplikasi di berbagai daerah, tentu dengan menyesuaikan karakter lokal. Namun ada syarat penting: pemerintah harus hadir sebagai fasilitator, bukan pengendali penuh. Kapasitas SDM perlu diperkuat, aset lokal harus jadi basis pengembangan, dan keterampilan digital masyarakat wajib ditingkatkan.
Jika semua itu dilakukan, Indonesia tak hanya punya destinasi populer, tetapi juga destinasi yang membahagiakan warganya. Karena sejatinya, pariwisata adalah tentang manusia dan lingkungannya—bukan sekadar angka kunjungan atau keuntungan investor.
Desa Wisata Nglanggeran adalah bukti nyata bahwa pariwisata berbasis masyarakat bisa berjalan dan sukses hingga level internasional. Pertanyaannya: apakah desa-desa lain di Indonesia siap mengikuti jejaknya?
Ditulis Oleh:
Sukma Nuryadinata – Mahasiswa Prodi S2 Magister Terapan Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata Politeknik Sahid, Suci Sandi Wachyuni dan Kadek Wiweka.












