Portalkota – Diantara beton pencakar langit Jakarta, tepatnya di Utara Jakarta ada kawasan konservasi alam Mangrove atau yang biasanya dikenal dengan “Taman Wisata Angke Kapuk (TWA)”.
Surga hijau seluas 99.82 hektar area ini masuk wilayah kelurahan Kamal Muara yang bersebelahan dengan kawasan elit Pantai Indah Kapuk.
Untuk menuju ke TWA Angke Kapuk bisa diakses dengan menggunakan kendaraan umum seperti Trans Jakarta 1 A dari Balai Kota atau dari Penjaringan ke jurusan PIK, lalu turun di Budha Tzu Chi kemudian jalan menyusuri petunjuk arah menuju TWA Angke Kapuk.
Bagi anda yang menggunakan kendaraan pribadi dapat mengambil jalur tol JORR Lingkar Barat, keluar PIK bunderan pertama belok kiri, bunderan kedua lurus lalu ketemu pertigaan kemudian belok kanan dan pintu masuk TWA berada disebelah kiri jalan.
Operasional Hours dan Harga tiket
Operasional hours WA Kapuk Angke sbb:
● Weekend (Sabtu, Minggu & hari Libur) pukul 07:00 – 18:00
● Weekdays (Senin – Jumat) pukul 08:00 – 18:00
Aktivitas yang ditawarkan
TWA Angke menawarkan banyak aktivitas yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu anda diantaranya seperti:
1. Akomodation (Penginapan)
2. Wisata Tirta Speedboat, kano)
3. Wisata Alam
4. Konservasi (fasilitas edukasi: penanaman bibit mangrove)
5. Paddling Center
6. Space Rental
7. Spot Photo dan Videography yang menarik
8. Paket Mangrove
9. Event Package
Manfaat Hutan Mangrove
Hutan mangrove memiliki peran yang sangat penting, baik bagi lingkungan maupun kehidupan manusia. Salah satu fungsi utamanya adalah sebagai perlindungan wilayah pesisir. Akar mangrove yang kuat mampu menahan erosi serta mengurangi dampak gelombang besar, sehingga garis pantai tetap stabil dan aman.
Selain itu, hutan mangrove juga berperan dalam mengendalikan banjir. Kemampuannya menyerap air dan memperlambat aliran pasang membantu meminimalkan resiko genangan di daerah pesisir.
Tidak hanya itu, akar-akar mangrove juga berfungsi sebagai penyaring alami, membersihkan limbah dan polutan sebelum air mengalir ke laut. Dengan demikian, ekosistem laut tetap lebih sehat dan produktif.
Dari sisi iklim, mangrove sangat efisien dalam menyimpan karbon. Jumlah karbon yang diserap oleh ekosistem ini cukup besar sehingga berkontribusi nyata dalam mengurangi gas rumah kaca di atmosfer serta membantu upaya mitigasi perubahan iklim.
Hutan mangrove juga merupakan habitat penting bagi berbagai makhluk hidup. Burung, ikan, kepiting, hingga biota laut lain menjadikan hutan ini tempat berlindung dan berkembang biak Keanekaragaman hayati tersebut sekaligus mendukung keseimbangan ekosistem.
Bagi manusia, keberadaan mangrove menjadi sumber mata pencaharian, mulai dari nelayan, petani garam, hingga pengumpul kerang. Potensi ekowisata di kawasan mangrove pun semakin membuka peluang ekonomi baru.
Tidak kalah penting, kayu mangrove yang kuat juga dimanfaatkan untuk bahan bangunan, perabot, maupun bahan bakar. Dengan semua manfaat tersebut, jelas bahwa hutan mangrove harus dijaga dan dilestarikan demi kesejahteraan bersama dan berkelanjutan lingkungan.
Analisis kontras: “Pendidikan Alam atau Fasilitas Setengah Jadi?”
“Pendidikan Alam atau Fasilitas Setengah Jadi?” kesan pertama yang dirasakan ketika memasuki area TWA Angke terasa sepi, terkesan tidak terawat. Beberapa point dari infrastruktur perlu direvitalisasi. Padahal sebenarnya TWA mangrove bisa dijadikan sarana edukasi yang baik bagi masyarakat dan juga para pelajar.
Sayangnya saat ini sepertinya belum maksimal pengelolaannya. Kurangnya edukasi di masyarakat mengenai peran penting dari mangrove. Pengelola harus lebih proaktif dan agresif untuk menggaungkannya.

Selain itu Pengelola juga diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak terkait seperti Pemda, pemangku kepentingan, masyarakat,akademisi, perusahaan (CSR) dan sekolah guna mewujudkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya mangrove. Apalagi untuk warga Jakarta yang areanya rawan terkena / terdampak banjir.
Fasilitas dan Edukasi Lingkungan dan highlight mengenai beberapa infrastruktur yang harus diperbaiki atau direvitalisasi Masjid
Di pintu masuk terdapat Masjid besar yang unik terbuat dari kayu. Kondisinya bersih dan terasa damai ketika anda berada di dalamnya, namun sayang tidak ditemukan tempat sampah dan tissue di area toilet.
Rumah bambu (terapung)
Berjalan menuju café di TWA, akan kita dapati rumah bambu (terapung) disisi kiri jembatan bambu menuju ke arah cafe. Kondisi rumah apung tsb sangat memprihatinkan, terendam air dan terlihat tidak terawat.
Menelisik lebih jauh kami pun bertanya kepada pihak yang berwenang mengenai hal tersebut dan menurut beliau untuk sementara waktu tidak dibuka, mengingat kondisinya perlu direvitalisasi dan sudah tidak layak lagi.
Area penanaman mangrove
Menyusuri tanaman mangrove saya mendapati kabel-kabel listrik yang menjuntai kebawah dan dibiarkan seperti tidak ada yang peduli dengan kondisi tersebut.
Jembatan bambu (Jembatan bambu Pengamat mangrove)
Menuju area penanaman mangrove di area perairan, kami melewati jembatan bambu yang kondisinya sudah tidak layak. Banyak kayu yang sudah keropos, bolong sehingga pada saat melewati kita harus berhati-hati. Bahkan ada juga area jembatan yang diblokir menggunakan garis polisi dikarenakan sudah tidak dapat dilewati atau kondisinya sudah membahayakan.
Sampah dan air yang berminyak
Mencoba melihat mangrove yang ditanam di area dari jarak dekat, sambil mendengarkan cerita mengenai jenis tanaman mangrove dan manfaatnya, kami mendapati pula air yang ada tanaman mangrovenya berminyak dan juga terdapat sampah – sampah yang nyangkut pada tanaman mangrove tersebut. Sampah yang terlihat adalah sampah plastik, botol dll. Kami pun bertanya bagaimana cara mengatasi hal tersebut? dan mengapa banyak sekali sampah yang nyangkut pada tanaman mangrove?
Didapati ternyata mereka memiliki jadwal pembersihan sampah setiap hari Jumat setelah morning briefing, Team mulai melakukan pembersihan mulai dari jam 7 pagi sampai dengan sebelum sholat Jumat. Pembersihan dilakukan secara berkelompok dengan menggunakan perahu kayu.
Ruang pertemuan / Function Hall
Dari sisi depan Ruang Pertemuan / function hall terlihat kering dan tidak bersemangat. Padahal sebenarnya ini bisa menjadi sumber revenue utama bagi TWA Angke, asalkan dikelola dengan baik.
Untuk mempercantik tampak muka bisa juga ditambahkan tanaman bunga yang berwarna warni untuk memeriahkan dan menghidupkan suasana tampak depan dan sekeliling agar terlihat lebih berwarna.
Tanaman bunga / jenis tanaman yang ditanam dapat juga diberikan label nama bunga ataupun jenis tanamannya agar dapat menambah nilai edukasi dari TWA Angke.Selain itu dapat juga dijadikan spot tempat foto alami yang estetik dan instagramable dan memiliki nilai jual yang tinggi.
Souvenir shop / cendera mata
Tidak ditemui souvenir shop ataupun cindera mata yang mengangkat kerajinan ataupun produk olahan dari buah / akar maupun daun mangrove. Padahal ini bisa membantu perekonomian untuk UMKM dengan mendayagunakan masyarakat disekitar wilayah TWA Angke.
Selain itu hal ini dapat memberikan nilai tambah bagi para pengunjung/ wisatawan karena mereka bisa menemukan, mencicipi dan merasakan langsung produk hasil olahan dari buah /akar maupun daun mangrove.
TWA Angke merupakan salah satu Kawasan konservasi yang memiliki potensi edukasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan juga bagi pelajar dengan fasilitas yang cukup memadai, namun masih bergeser ke “fasilitas setengah jadi” karena perawatan, distribusi pengunjung dan orientasi yang lebih komersial.
Selain itu TWA Angke juga wilayahnya berlokasi di Jakarta sehingga dapat mudah untuk dikunjungi dengan menggunakan Transportasi umum.
Dari hasil pengamatan ini, diperlukan sinergi antara pihak pengelola dapat bekerja sama dengan pihak terkait dalam hal ini pihak konservasi, komunitas lokal dan pihak terkait lainnya agar dapat lebih menggaungkan manfaat dari Hutan mangrove ini demi memajukan TWA Angke seperti yang diharapkan oleh penulis.
Harapannya TWA Angke bisa performed secara maksimal dengan memperhatikan nilai edukasi, melakukan perawatan / pengelolaan dengan baik untuk menjadikan tempat ini benar-benar sebagai destinasi edukatif dan konservasi yang berkelanjutan.” Yuk kita jaga dan dukung kelestariannya, kalau bukan kita siapa lagi?”
Oleh:
Dewi Lestari – Mahasiswa Prodi S2 Magister Terapan Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata Politeknik Sahid, Suci Sandi Wahyuni dan Kadek Wiweka






