108 Tahun Profesor Soemitro, Begawan Ekonomi dan Patriot Sejati

Portalkota – Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo adalah ‘Guru Ekonomi Agung’ dalam sejarah Republik Indonesia.

Tepat pada usia ke-108 kelahirannya, bangsa Indonesia kembali menyalakan obor nilai, etika, dan pemikiran konstitusional Sang Begawan Ekonomi.

Soemitro adalah tokoh yang menjabat lima kali sebagai menteri di era Orde Lama dan Orde Baru, pikirannya memadukan disiplin ekonomi, integritas, dan patriotisme.

Dalam temu media memperingati 108 tahun Profesor Soemitra, Dr. Harryadin Mahardika selaku Chairman Soemitro Center mengatakan pemikiran Sang Begawan tetap relevan hingga hari ini.

”Kami ingin membumikan pemikiran Profesor Soemitro. Karena pemikiran beliau selalu relevan, bahkan pada situasi dunia hari ini, dimana dunia berubahnya dramatis sekali. Amerika yang melakukan globalisasi, tiba-tiba menarik diri,” ujarnya yang ditemui para awak media di Museum Juang Taruna, Tangerang, ditulis Sabtu (31/5/2025).

“Dalam 100 tahun terakhir, kita belum pernah melihat perubahan secepat ini,” tambahnya.

Menurut Harryadin, hal yang terjadi saat ini, bagi sebagian orang menakutkan, tapi bagi sebagian lain menciptakan peluang-peluang baru.

”Profesor Sumito telah memberikan landasan dan fondasi bagi kita semua. Jauh sebelum apa yang sekarang kita alami, Profesor Soemitro sudah punya pemikiran bahwa mazhab ekonomi itu dinamis. Tidak boleh menjadi dogma dan doktrin yang statis,” terangnya.

Jadi dengan mengikuti perjalanan pemkiran Profesor Soemitro, maka akan menemukan strategi-strategi ekonomi yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia hari ini.

“Soemitro pro terhadap pasar domestik, pro terhadap pelaku ekonomi mikro dan UMKM, dan juga pro terhadap kemandirian dan independensi serta mengembangkan tangga industri sendiri,” jelasnya.

Dalam banyak langkahnya, Soemitro menggabungkan mazhab ekonomi, misalnya lebih terbuka terhadap investasi, modal asing, transfer teknologi hingga membuka diri terhadap impor maupun export. Strategi ekonomi yang lebih terbuka dan adaptif terhadap situasi saat itu.

”Saat itu dunia menuju integrasi ekonomi yaitu globalisasi. Globalisasi menjadi jargon utama. Tapi sekarang tahun 2025 ini, kita mengalami episode sejarah yang berbeda. Kita sedang berada di situasi dimana semua negara menjadi selfish. Sekarang negara ingin mengurus dirinya sendiri, tidak lagi mau memberikan peluang bagi negara lain,” jelasnya.

Indonesia saat ini mulai memproteksi pasarnya sendiri, misalnya Indonesia meminta pihak Apple untuk membuat TKDN yang signifikan agar produk Iphone bisa dipasarkan di sini.

Tak hanya itu, Indonesia mencoba lebih independen dengan membangun tangga industri sendiri, misalnya dengan hilirisasi di industri mineral.

Jika bila dikaitankan pemikiran Profesor Soemitro dengan kebijakan Presiden Prabowo, ini erat kaitannya. Salah satunya program Makan Bergizi Gratis.

”Program ini sangat sosialis sekali. Jadi bisa dibilang ini kembali kepada ajaran dan pemikiran Profesor Sumitra bahwa tugas utama negara adalah menjadi agen distribusi kekayaan kepada rakyatnya,” terangnya.

Jadi ukuran keberhasilan negara, apabila bisa mendistribusikan kekayaan secara merata dan adil kepada rakyatnya.

Saat ini Indonesia masih belum punya roadmap agar negara ini mendistribusikan kekayaannya.

“Saya rasa Presiden Prawo pun melihat bahwa negara harus semakin berani dan agresif dalam perannya, untuk mendistribusikan kekayaan negara ini kepada masyarakat, terutama masyarakat yang paling bawah. Supaya kesenjangan semakin turun dan tujuan bernegara itu sendiri tercapai,” kata Harryadin.

Selain menjelaskan pemikiran Profesor Soemitro, Harryadin juga menjelaskan bahwa dalam rangka memperingati 108 tahun Profesor Soemitro, maka pada 4 Juni 2025 mendatang akan diluncurkan lembaga think tank bernama The Soemitro Center atau singkatnya Soemitro Center.

**Baca juga: Ini Fasilitas di Masjid Raya Al-Jabbar Kota Bandung

”Sumitro Center akan menjadi wadah bagi para ekonom masa depan Indonesia. Sangat disayangkan ekonom-ekonom muda lebih banyak terpapar pemikiran-pemikiran tentang globalisasi, liberalisasi, neoliberal, dan kapitalisme,” ungkapnya.

Hanya sedikit yang bicara ekonomi kooperasi, misalnya lembaga mikro, keuangan mikro dan sebagainya.

“Karena itu, kita kumpulkan kembali di Soemitro Center, kita minta mereka merefleksikan lagi dan kemudian mencari jati diri baru, bahwa ekonomi Indonesia itu seperti apa? Jadi Soemitra Center menjadi lembaga think tank yang independent dan bermartabat. Tidak tergantung siapapun nanti pemerintahnya,” tegas Harryadin.

Sementara itu, Stephen Ng, CEO WIR Group mengatakan senang menjadi mitra dari Soemitro Center khusus di bidang teknologi.

Lanjutnya, pihaknya berusaha semaksimal mungkin untuk bisa bersama-sama membangun konten-konten imersif dalam rangka mengedukasi anak-anak muda usia sekolah.

Karena untuk menjadi ekonom harus diinspirasi dari sejak kecil, salah satu bentuk inisiasi dengan meluncurkan Sekolah VR Keliling.

“Kenapa melalui media imersif? Sekali lagi karena kami melihat keunggulan dari media imersif tersebut. Pemahaman terhadap sebuah topik bisa lebih cepat dipahami oleh anak-anak muda melalui pebelajaran di dunia imersif,” jelasnya.

“Lalu kami juga melihat anak-anak Indonesia ini harus selalu diajak untuk bisa merangkul teknologi karena saingannya ke depan nanti tentunya adalah teknologi itu sendiri,” tambahnya.

Dr. Ir. Kun Wardana Abyoto, Ahli Fisika Kuantum, Pakar AI, dan Calon Wakil Gubernur Jakarta Pilkada 2024, mengatakan bahwa Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan punya dua sisi.

”Jadi kubu yang melihat bahwa AI ini, sebagai teknologi yang bisa membuat Indonesia menjadi mercusuar dunia. Tapi di sisi lain ada yang melihat AI ini sebagai ancaman ya,” kata Kun.

Karena melihat dua sisi ini, Kun mengajak untuk memperkuat akhlak dan adab sejak kecil.

Menurutnya, teknologi justru meningkatkan bisa kemampuan seseorang, untuk itu kita perlu membangun AI.

“Saya sebut sebagai AI Pancasila, AI Nusantara, AI Nasional, yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai keadilan, nilai-nilai ketuhanannya,” ungkapnya.

Dengan nilai kemanusiaan, jadi orientasi kepada kemanusiaan bukan profit, orientasi kepada persatuan bukan memecah belah, orientasi kepada kerakyatan bukan sebaliknya.

“Dan nilai-nilai keadilan, bagaimana semuanya ini bisa merata untuk seluruh rakyat Indonesia,” kata Kun.

“Tetapi jangan salah, bisa jadi arah yang dituju itu salah. Kita ibarat kura-kura, kita belum terlambat. Kita masih bisa maju dengan arah yang tepat, arah kebijaksanaan tadi,” tambahnya.

Kun yakin, anak-anak muda bangsa Indonesia harus memiliki kebijaksanaan.

”Menggunakan AI dengan bijak. AI bukan untuk mengantikan manusia tetapi AI untuk bisa membuat manusia-manusia Indonesia ini menjadi utuh,” tutupnya.(ris)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *